Usai saya membaca keseluruhan buku-buku puisi sepanjang tahun lalu (2016) yang saya beli melalui instagram @BukuIndonesiaku, saya begitu bersemangat untuk menulis. Bagi saya kekuatan sebuah buku begitulah, mampu buat kita bersemangat untuk terus menulis mahupun membaca. Di sini saya berkongsikan sedikit tentang buku-buku puisi terbitan Gramedia yang telah saya baca ini. Moga bermanfaat.
- DI HADAPAN RAHASIA – ADIMAS IMMANUEL
Kelihatan inspirasi sangat mahal dalam buku ini sehingga buku ini juga menjadi inspirasi kepada sebuah sunyi. Namun tenggelamnya tidak menghanyutkan. Masih memberi kuat.
“Benarkah ketakutan tak berumah tapi tinggal tetap?” – Iras, muka surat 18.
- TIDAK ADA NEW YORK HARI INI - M. AAN MANSYUR
Aan dan sisi romantisnya tidak pernah gagal dalam menulis bahasa yang bikin berangan.
“Di tempat jauh tidak ada masa lalu. Jarak antara kenangan dan masa depan ialah keterpisahan laut dan kalut di dada yang berusaha tidak meluap di mata. Tapi kau tidak pernah tahu: siang ini langit akan baik-baik saja atau badai datang menyerang sekali lagi. Kau tidak pernah tahu.”
- Di tempat jauh tidak ada masa lalu, muka surat 51.
- CERITA BUAT PARA KEKASIH - AGUS NOOR
Dikatakan; apa saja cerita asalkan daripada kekasih pasti disuka. Dan perlahan-lahan Agus mengambarkan betapa ada cinta yang belum mati walau saling berbunuhan. Oh ya, jika divisualkan plotnya agak “ngeri” sedikit.
“Senja hanyalah cara waktu menguji, seberapa tabah engkau mencintai.” – Cerita Di Hari Valentine, muka surat 25.
- DIKATAKAN ATAU TIDAK DIKATAKAN TETAP CINTA – TERE LIYE
- BUKU TENTANG RUANG – AVIANTI ARMAND
Bukan mudah memahami bahasa perempuan. Apatah lagi setelah menjadi sebuah buku. Namun gayanya sangat tenang.
“Duduklah. Duduk saja. Kau tahu,
Percakapan paling baik adalah
yang dilakukan di antara
Percakapan.”- Kursi, muka surat 94.
Bagi saya buku ini sangat manis pada diri, tersayang dan sekeliling. Saya hampir tertahan-tahan untuk menghabiskannya. Masih ada cerita pahit, tapi ayatnya kekal romantis.
“Tubuhku kenangan yang sedang menyembuhkan lukanya sendiri.” – Sehabis sakit, muka surat 145.
Dan beginilah mengakhiri sebuah buku, dengan tenangnya mengingati sesuatu. Moga semua penerbitan dan semua penulis terus menerbit, menulis dan berkongsi; kerana hakikatnya puisi dan sastera tidak pernah mati.
0 yang menasihati:
Post a Comment
Untuk kesudian membaca dan memberi berkata-kata - saya berterima kasih.